Rokky Rivandy, Di tahura Bersama Pseudo Entertainment, www.trimurti.id, 13 Maret 2025

Trimurti.id, Bandung – Pada 7 Maret 2025, seniman Ganda Swarna mempresentasikan hasil penelitian artistiknya selama kurang lebih satu bulan dalam pagelaran Pseudo Entertainment: Apa yang Tersisa dari Masa Depan di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Tahura), Bandung.
Ganda Swarna yang berasal dari Ciputat, Tangerang Selatan, berfokus pada site-specific theater, menjadikan Tahura sebagai lokasi yang dipilih untuk mengeksplorasi karakteristik unik tempat dan keterlibatan para hadirin.
Karya berjudul “Sementara Taman” memadukan pengalaman berjalan di sejuknya Tahura dan rekaman hasil bunyi-bunyi kota.
Semua yang hadir diperkenankan mendengarkan rekaman di penyuara telinga sambil melihat pemandangan rimbun Tahura. Setiap hadirin diberi kertas dan alat untuk menuangkan hasil refleksinya dalam gambar maupun teks selama sesi dengar berlangsung.

Orang diajak mengalami kontras yang dicerap indra penglihat dan pendengaran. Di satu sisi mata melihat wisata alam, di sisi lain telinga mendengar suara atau bunyi khas kehidupan di perkotaan.
Tiga situs penghasil suara yang Ganda Swarna rekam berada dalam bingkai waktu luang dan waktu kerja. Ganda memilih situs yang memiliki konflik keras antara warga dan ruangnya: Dago Elos, Rusunawa Rancacili, dan Kiara Artha Park.
“Dago Elos yang masih panas memperjuangkan huniannya. Rusunawa Rancacili itu hunian baru dari warga yang tergusur oleh Kiara Artha Park,” ujar Ganda Swarna.
Karya Ganda Swarna merupakan hasil dari riset mendalam tentang kerentanan warga lewat lanskap suara (soundscape) dari tiga situs yang mengalami tegangan penggusuran-pembangunan tersebut. Dikutip dari rilis penyelenggara lanskap yang direkam itu lantas dikodifikasi dan dikomposisi menjadi daftar putar.
“Sementara Taman” memiliki tiga sesi pertunjukan. Pertama, berjalan dari pintu masuk Tahura menuju ke lokasi yang sudah ditentukan. Kedua, sesi mendengarkan. Ketiga, sesi berbagi pengalaman setiap hadirin.
Tidak jauh dari tempat presentasi Ganda, pembukaan pagelaran Pseudo-Entertainment berlangsung seusai karya “Sementara Taman”, tepatnya di Gelanggang Olah Rasa (GOR).
Setelah pembukaan selesai, karya “Bagaimana Jika Kini Sungai Berbalik Memunggungimu?” dari Rama Anggara yang dibantu permainan kecapi Arita Bagja digelar.
Masih dari rilis penyelenggara, Rama Anggara, seorang komponis dari Pontianak, menyajikan pertunjukan yang menyoal bagaimana logika tata kota di Bandung justru mengabaikan sungai sebagai referensi material dari seluruh tradisi, nilai, dan rasa-merasa orang Sunda.
Di GOR hadirin menonton pertunjukan audio imersif dari pelbagai bunyi lingkungan sekitar manusia, khususnya suara-suara yang berasal dari sungai dalam bentuk instalasi audio spatial quadrophonic.
Arita Bagja melengkapi pertunjukannya dengan petikan kecapi dan tembang bahasa Sunda yang satir, memiliki kesan reflektif dengan asupan humor.
Dalam tembang-tembang humor dan suara-suara lingkungan itu karya ini melihat pembangunan yang merusak interaksi manusia dan alamnya.
Kedua karya tersebut merupakan bagian dari rangkaian yang lebih besar dalam Pseudo-Entertainment #1: Apa yang Tersisa dari Masa Depan, sebuah program residensi penelitian artistik yang diinisiasi oleh Bandung Performing Art Forum (Yayasan Seni Pertunjukan Bandung). Program ini sendiri telah berlangsung selama kurang lebih satu bulan, sejak 10 Februari 2025.
Sepuluh partisipan dari berbagai disiplin seni dan daerah terlibat dalam program ini, termasuk Adhea Rizky Febrian (aktivis, Bandung), Amina Gaylene (penulis, Depok), Arif Furqan (seniman, Yogyakarta), Arum Dayu (seniman, Bandung), Ganda Swarna (aktor, Ciputat), Fachry Matlawa (penari/koreografer, Papua), Mega Buana (penari/koreografer, Bandung), Rama Anggara (komponis, Pontianak), Syamsul Arifin (aktor, Samapang), serta Angela Sunaryo (Bandung) dan Helmi Hardian (Surabaya) dari kolektif Bioahaha.
Program ini dikuratori oleh Eka Putra Nggalu bersama dua fasilitator, Arsita Iswardani dan Josh Marcy, dengan Taufik Darwis sebagai direktur artistik.
Seluruh karya yang ditampilkan mencakup berbagai ekspresi artistik. Misalnya, permainan, tur sensorik, pertunjukan tari, instalasi audio, dan pseudo workshop. Selain itu, ada laboratorium terbuka yang berkaitan dengan tema-tema sejarah kolonial, pembangunanisme kapitalistik, kerentanan komunal, ekologi, perawatan radikal, resistensi warga, serta perlawanan terhadap perampasan tanah.
Pertunjukan karya-karya artistik berlangsung selama tiga hari dari tanggal 7–9 Maret 2025, di beberapa situs di kota Bandung, termasuk Tahura, Gelanggang Olah Rasa, Dago Elos, dan gedung Landmark Braga.
Reporter: Rokky Rivandy
Editor: Abdul Harahap