Pseudo-Entertainment adalah sebuah proyek penelitian artistik yang mengundang seniman, penulis, peneliti, serta warga dari berbagai latar belakang bidang kerja dan keahlian untuk menginvestigasi kembali hubungan-hubungan antara seniman, karya seni, warga penonton, dan konteks sosial politik yang melingkupinya. 
Investigasi dilakukan dengan membangun proses interaksi dan pertukaran yang intens antar seniman, seniman dengan warga dan seluruh ekosistem termasuk di dalamnya entitas biologis dan non biologis yang membentuk hidup bersama. 

Para partisipan didorong untuk mempertanyakan sekaligus membayangkan kembali motif, gagasan, praktik, bentuk, dan kepenontonan seni secara radikal sebagai upaya membentang dinamika dorongan kreativitas, gairah kesenangan, kapitalisme afektif, dan cita-cita tentang transformasi sosial yang turut membangun medan produksi seni. 

Mendengarkan dengan penuh empati (radical listening), berpikir reparatif (reparative thinking), penciptaan bersama (collective creation) dan menempatkan seni sebagai jalan untuk memantik diskursus mengenai masa depan (speculative intervention) adalah nilai juga prinsip yang dijadikan pijakan serta pendekatan dalam penelitian ini. 

Pseudo-Entertainment dirangkai dalam program lokakarya, riset mandiri, residensi, dan penciptaan karya bersama dalam format pertunjukan berdurasi panjang (long duration performance). 

Residensi dan penciptaan karya bersama terjadi di Bandung. Bandung dimaknai sebagai ruang (space) sekaligus gagasan (idea). Sebagai ruang, Bandung adalah situs pascakolonial yang berubah dari waktu ke waktu seturut laju modernisasi. Sebagai gagasan, Bandung mewarisi marwah Konferensi Asia-Afrika dengan spirit solidaritas yang terbaca sebagai gestur dekolonial untuk meretas imperialisme global (delinking epistemology).

Bandung sebagai ruang dan gagasan hari ini adalah paradoks yang menampilkan komodifikasi serta spektakularisasi kota di satu sisi dan isu-isu sosial seperti perampasan lahan, kemiskinan struktural, buruh, turisme eksploitatif, dll., di sisi yang lain sebagai dampak dari pembangunan kapitalistik. 

Berhadapan dengan Bandung, keseluruhan proses dirancang sebagai sebuah pengalaman bernegosiasi dengan pertanyaan serta ketegangan antara tubuh dan jiwa, isi dan bentuk, motif dan cara, individualitas dan kolektivitas, yang privat dan politis, yang etis dan estetis juga biner-biner lain yang secara nyata atau semu beroperasi di masyarakat. 

Pseudo-Entertainment berupaya memaknai (knowing) dan mengalami (sensing) Bandung dengan perspektif lintas lokal yang majemuk sekaligus rimpang sembari mendorong refleksi yang dialektis dan menumbuhkan kesadaran partisipan sebagai bagian dari warga masyarakat serta dunia dengan segala kompleksitasnya.